Halaman utama daerahkita.com
Halaman utama daerahkita.com
mobilbro

Bermain dan Belajar Angklung di Saung Angklung Udjo

DaerahKita 27/04/2019

Dari segi penamaan, kata angklung berasal dari kata angka, berarti nada dan lung, berarti rusak atau hilang. Jadi, angklung berarti nada yang tidak lengkap. Angklung itu sendiri adalah alat musik terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ. Diikat bersama dalam suatu bingkai, lalu digetarkan untuk menghasilkan bunyi.

Secara tradisional, ada yang dinamakan Angklung Baduy, Angklung Buncis, Angklung Gubrag, dan Angklung Bungko.

Angklung sudah digunakan dan dimainkan oleh orang Sunda sejak jaman kuno. Penjelasan tertua mengenai angklung terdapat di kitab Nagara Kertagama yang menceritakan angklung sebagai alat bunyi-bunyian yang digunakan dalam upacara penyambutan raja. Namun, baru pada 18 November 2010, UNESCO menetapkan angklung masuk sebagai Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity. Ini merupakan penghargaan sekaligus pengakuan bahwa angklung merupakan milik bangsa Indonesia dan wajib dilestarikan sebagai warisan kita.

Untuk memperkenalkan dan melestarikan kesenian ini, pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena beserta istrinya, Uum Sumiati, didirikanlah Saung Angklung Udjo (SAU) yang terinspirasi dari guru Udjo, yaitu Daeng Soetigna yang merupakan pencipta angklung pada 1938.

Beliau berpendapat bahwa untuk mengembangkan warisan leluhur tanah Sunda, dalam hal ini angklung, terdapat lima unsur utama, yaitu mudah, murah, mendidik, menarik, dan massal (5M). Udjo menyempurnakan filosofi ini dengan menambahkan satu nilai lagi, yaitu meriah.

flickr
Seni Angklung menarik minat banyak wisatawan

Awalnya sanggar Udjo masih berbentuk sederhana di pekarangan rumahnya di kawasan Padasuka 118, Kota Bandung, Jawa Barat. Ia tetap semangat walaupun dirasa sulit mengenalkan kebudayaan lokal di Kota Bandung yang agak kebarat-baratan. Udjo mengawali pentasnya di lahan seluas 100 meter persegi, yang kini berkembang menjadi 3.500 meter persegi.

Di tempat ini diadakan pertunjukan internal dalam satu paket, yakni pertunjukan bambu petang: ada bermain angklung bersama, tari topeng, dan lain-lain. Semua kegiatan melibatkan prinsip dasar masyarakat Sunda, “Kaulinan Urang Lembur” atau Permainan Orang Kampung, yang merupakan hakekat keriangan orang kampung menyambut keberadaan alam dan daur hidupnya. Agar lebih mudah, sesuaikan kunjungan Anda dengan waktu pertunjukan, yaitu pukul 08.00-14.00 (untuk pelajar) dan 15.30-17.30 (untuk umum).

zipitrans
Pertunjukan terasa lebih seru lagi, karena penonton juga dijak aktif bermain angklung

Selain menjadi tempat menikmati kesenian angklung, Saung Angklung Udjo juga merupakan penghasil angklung terbesar di dunia. Tidak hanya di Indonesia, ribuan angklung telah dikirim ke Asia, Eropa, dan Amerika. Bahkan di Belanda, permainan angklung telah dijadikan program ekstra kurikuler di sekolah.

Angklung tersebut dibuat dari bambu pilihan, kualitas tinggi. Ada tiga jenis yang digunakan yaitu bambu hitam, bambu apus, dan bambu gombong. Bambu hitam diambil di wilayah dekat pantai, dari Yogyakarta hingga Parangtritis lalu Sukabumi, Ujung Genteng, Garut dan Tasikmalaya. Sementara bambu apus dan bambu gombong, bisa diambil dari mana saja, selama sesuai kualitasnya.

Berikut ini sekilas lebih jauh tentang tokoh-tokoh Sunda yang berperan penting terhadap perkembangan angklung.

pikiranrakyat
Daeng Sutigna

Daeng Soetigna

Daeng Sutigna adalah kelahiran Garut 13 Mei 1908. Pada saat mengajar di sekolah untuk bumiputera, Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Kuningan tahun 1932-1942, ia mempelajari seluk beluk angklung secara lebih mendalam. Sejak 1983, ia membuat angklung tradisional yang memiliki tangga nada pentatonis menjadi tangga nada diatonis (do re mi fa so la si do). Ia ingin angklung dapat mudah dipopulerkan kepada generasi muda. Kini angklung terkenal di seluruh dunia.

Atas jasa-jasanya, Daeng Sutigna mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur Jawa Barat (1966), piagam penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta (1968), Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto (1968), Anugrah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Beliau juga diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni dan budaya. Daeng Sutigna wafat di Bandung pada 8 April 1984.

indonesiakreatif
Udjo Ngalagena pendiri Saung Angklung Udjo

Udjo Ngalagena

Udjo Ngalagena ini berasal dari Bandung, lahir pada 5 Maret 1929. Ia merupakan pendiri Saung Angklung Udjo. Pada usia 4 tahun, Udjo kecil sudah mulai memainkan angklung. Ia memang menyukai alat musik tradisional, terutama angklung. Pada masanya itu, angklung dimainkan untuk merayakan panen padi, khitanan, dan acara lain yang merupakan kebiasaan masyarakat Sunda. Udjo juga belajar teknik bermain kecapi dan lagu daerah dari Mang Koko. Gamelan dipelajari dari Raden Machjar Angga Koesoemadinata. Angklung diatonis dibimbing oleh Daeng Soetigna.

Pengatahuannya tersebut diolahnya untuk menghasilkan paket pertunjukan pariwisata di Saung Angklung Udjo yang mengutamakan sajian angklung. Saungnya ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri. Udjo Ngalagena wafat pada 3 Mei 2001.

Tags seni budaya musik wisata edukasi pertunjukan
Referensi: Dari berbagai sumber



Semua Komentar
    Belum ada komentar
Tulis Komentar