
Saat melintasi kawasan Braga di Bandung ada pemandangan yang menarik. Sekilas tampak seperti bangunan klenteng, tapi jika diamati lebih teliti maka baru kita sadar bahwa itu sebenarnya adalah sebuah masjid. Tempat beribadah umat Islam. Sangat wajar kita agak lambat mengenalinya sebagai masjid, karena bangunan itu memang berada di kawasan ruko (rumah toko). Sementara bentuk dan warnanya sangat kuat bercorak arsitektur Tiongkok, dengan dominasi warna merah, hiasan lampu lampion, dan ornamen khas negeri Tirai Bambu.
Masjid tersebut lengkapnya bernama Masjid Lautze 2. Nama ini mungkin tidak asing bagi Anda yang pernah mendengar nama Masjid Lautze di Jakarta. Memang masjid yang berlokasi di Jalan Tamblong No 27, Braga, Kota Bandung, Jawa Barat ini didirikan oleh yayasan yang sama dengan pendiri Masjid Lautze Jakarta, yaitu Yayasan Haji Karim Oei (YHKO). Karena merupakan masjid kedua yang dibangun yayasan, maka diberi tambahan angka dua di belakangnya.
Menilik sejarahnya, Yayasan Haji Karim Oei yang beralamat di Jalan Lautze 87-89 Pasar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, didirikan tahun 1991 oleh tokoh Muhammadiyah, NU, Al-Wasliyah, KAHMI, dan muslim keturunan Tionghoa. Tokoh utamanya adalah seorang mualaf Tionghoa, bernama Oei Tjeng Hien atau dikenal dengan nama Haji Karim Oei.
Tujuannya, untuk menyampaikan Islam kepada etnis Tionghoa melalui pusat informasi Islam untuk etnis Tionghoa. Yayasan ini berfungsi juga sebagai masjid, lalu tempat itu pun dikenal dengan nama Masjid Lautze.
Baca Juga:
Masjid Lautze yang didirikan di daerah Pecinan Jakarta pada 1991 itu kemudian di rasa tak cukup.
Menyadari penyebaran informasi tak hanya bisa di satu tempat saja, lalu masjid serupa pun didirikan oleh Yayasan Haji Karim Oei di kota lainnya dan yang dipilih tak lain adalah di Kota Bandung pada tahun 1997. Dengan demikian masjid ini merupakan masjid bergaya Tiongkok yang tertua di Kota Kembang.
Masjid Lautze 2 Bandung awalnya dikhususkan bagi keturunan Tionghoa yang ingin bertanya tentang Islam. Namun, sekarang tak hanya etnis Tionghoa saja yang datang ke sini, dari berbagai etnis dan suku datang ke sini. Kata Lautze yang dijadikan nama masjid ini sendiri berasal dari bahasa Tiongkok yang berarti "guru" atau "orang yang dituakan". Dinamai begini dengan alasan ingin menjadikan Masjid Lautze sebagai tempat untuk bertanya tentang agama Islam, baik dari kalangan muslim dan khususnya non muslim.
Saat awal didirikan, masjid ini menempati bangunan yang didapatkan melalui sewa. Lalu seiring berjalannya waktu, bangunan yang dipakai akhirnya dihibahkan oleh pemilik untuk Masid Lautze 2. Hanya saja, walaupun dihibahkan, bangunan masjid tidak bisa ditingkatkan. Lantai dua bangunan ini masih menjadi milik pihak lain.
Dahulu, Masjid Lautze 2 tidak buka setiap hari. Awalnya, masjid buka dari pukul 09.00-16.00 WIB, lalu tutup pada hari Sabtu, Minggu, dan tanggal merah, mengikuti jam operasi kawasan bisnis di sekitarnya. Namun mulai tahun 2016, Masjid Lautze 2 dibuka setiap hari, dan selalu ramai pada waktu salat terutama pada saat sholat Jumat.
Sejak berdiri tahun 1997, masjid ini mengalami beberapa renovasi hasil tangan arsitek asal ITB, Umar WiIdagdo. Masjid direnovasi dengan memperkuat arsitektur Tionghoa di beberapa titik pada 2004, 2007, dan 2012. Hasilnya yang sangat menarik dengan didominasi warna merah dan kuning yang terdapat pada interior dan eksterior pada masjid yang kemudian dipadukan dengan beberapa ornamen seperti lampu, tangga, dan partisi yang diukir ala ornamen-ornamen dari Tiongkok. Uniknya lagi masjid ini seperti sebuah bangunan toko yang bergambar kubah layaknya masjid dengan tembok yang hampir seluruhnya berwarna merah.
Bangunan masjid tidak luas. Setelah melalui tiga kali renovasi, luas bangunan tetap tidak berubah, yaitu 7 x 6 meter saja. Tapi jumlah jemaah meningkat, dulunya hanya menampung 50 jemaah, kini masjid ini mampu menampung hingga 200 jemaah dengan menambah karpet yang digelar di luar masjid.
Kegiatan yang dilakukan di Masjid Lautze 2 Bandung cukup banyak, salah satunya pendampingan mualaf. Banyak dari kalangan etnis Tionghoa yang ingin tahu lebih dalam tentang agama Islam. Mereka agak kebingungan mencari informasi tentang Islam. Kenyataan ini ditambah adanya perasaan canggung, ketika memasuki masjid untuk sekedar menanyakan atau mencari informasi mengenai Islam. Karena itu, dengan didirikannya Masjid Lautze, yang notabene bangunannya berciri khaskan arsitektur Tionghoa, diharapkan keberadaan Lautze, bisa memfasilitasi mereka yang ingin mempelajari Islam lebih dalam, khususnya bagi saudara dari sesama etnis Tionghoa. Di sini juga disediakan Al Quran dengan terjemahan berbahasa Mandarin.
Program menarik lain yang diselenggarakan oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Lautze adalah Lautze Education. Dalam program ini, ada kursus Bahasa Mandarin, kursus Bahasa Arab, dan kursus Shufa (seni kaligrafi Tionghoa). Program kerja yang ditawarkan bisa sangat bermanfaat loh. Program lainnya yang tak kalah menarik seperti Khalifah Singer dan Lautze Publishing. Khalifah Singer sendiri merupakan kelompok vokal lagu-lagu religi Islam dengan sentuhan instrumen khas Tionghoa. Sedangkan Lautze Publishing merupakan penerbitan yang memfokuskan diri mencetak buku-buku Islam dan Tionghoa. Selain itu ada juga pengajian untuk ibu-ibu, anak-anak dan remaja.
Pada bulan Ramadhan, Masjid Lautze menambah beberapa kegiatan berupa ngabuburit setiap hari dari Asar sampai Magrib, Ta’jil On The Road (pembagian makanan berbuka puasa gratis), Shalat Tarawih dan Belajar Qur’an Ramadhan.
Termasuk di dalamnya peringatan Nuzulul Quran. Di akhir Ramadhan, Masjid Lautze juga melaksanakan pembagian zakat fitrah, infaq dan sedekah bagi fakir miskin, serta shalat Idul Fitri.
Melihat segudang kegiatan rohani yang ada, tak perlu ragu lagi untuk mengunjungi Masjid Lautze 2. Apalagi selain beribadah, kita juga bisa menikmati indahnya arsitektur khas Tiongkok. Lampion berwarna merah, tembok berwarna merah-kuning (cat dinding dan tembok juga didominasi warna kuning dan merah cerah selayaknya bangunan klenteng), serta karpet berwarna merah, langsung menyambut siapapun yang hendak masuk ke masjid ini.
Masuk ke dalam, nuansa bangunan bercorak Tionghanya semakin terasa. Mimbar dan beberapa rak yang ditempatkan di depan juga berwarna merah dan kuning. Belum lagi tembok di belakang mimbar dipenuhi dengan ornamen khas Tionghoa. Saat melaksanakan ibadah salat, jemaah juga akan melaksanakannya di atas karpet dan sajadah berwarna merah. Tunggu apa lagi? Yuk kunjungi Masjid Lautze 2 Bandung!
Artikel Terkait: