
Nama Majalengka ikut naik daun setiap kali perhelatan empat tahunan Piala Dunia digelar. Itu karena di kabupaten yang berada di Jawa Barat ini terdapat industri penghasil bola sepak bekualitas dunia yang diekspor untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan Piala Dunia. Bola tersebut diberi label Triple S, yang berasal dari nama produsennya, yaitu PT Sinjaraga Santika Sport.
Bola sepak Triple S pertama kali digunakan dalam ajang Piala Dunia 1998 di Perancis. Saat perhelatan piala dunia itu, bola asli produk bangsa Indonesia tersebut digunakan para pemain top dunia.
Setelah piala dunia itu, si kulit bundar produksi Triple S tersebut pun terkenal di dunia dan laris manis di pasaran luar negeri dan diekspor ke beberapa negara seperti Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Belanda, Jerman, Perancis, Kuwait, Brazil maupun negara-negara di benua Afrika.
Setelah piala dunia di Perancis, Bola produksi Triple S pun terus diekspor saat perhelatan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dan Piala Dunia 2014 yang berlangsung di Brazil sebanyak kurang lebih satu juta buah bola. Sementara pada Piala Dunia 2018 di Rusia, telah dipesan ratusan ribu bola oleh berbagai perusahaan maupun negara peserta piala dunia.
Harga bola sepak tersebut berkisar antara 7-20 US dolar per buah. Dalam sebulan, produksi bola Triple S rata-rata mencapai 100 ribu buah. Untuk memproduksi bola tersebut, PT Sinjaraga Santika Sport menerapkan sistem kerja inti plasma. Maksudnya, mempekerjakan sekitar 200 orang karyawan di dalam pabrik dan dibantu dengan sekitar 2.000 pekerja di luar pabrik. Bola Triple S pun telah mendapatkan sertifikat dari FIFA, sertifikat ISO 9001:2000, Good Design dari JIKA, dan lisensi dari CE (Community Europe).
Dengan berbekal sertifikasi yang diakui dunia, bola Triple S dapat ikut serta meramaikan berbagai kegiatan sepakbola internasional. Pada setiap pergelaran pesta sepak bola, mulai dari Piala Dunia, Piala Eropa, hingga Copa America, The Fédération Internationale de Football Association(FIFA) – induk olah raga sepak bola – selalu memesan bola ke Triple S.
Reputasi Triple S sebagai produsen bola sepak memang tidak diragukan lagi karena sudah memiliki sertifikasi FIFA. Tak anehlah, bola yang diproduksi Triple S menggelinding ke berbagai belahan dunia, seperti Jepang, Argentina, Prancis, Italia, Afrika Selatan dan banyak lagi negara lainnya.
Baca Juga:
Triple S didirikan oleh Irwan Suryanto pada 1994. Pada awalnya, pria yang akrab dipanggil Pak Haji ini mendirikan toko olah raga di kawasan Kadipaten, Majalengka. Terkadang juga menjadi pemasok peralatan olah raga. Hingga pada akhirnya dia berkenalan dengan seorang mitra dari Korea Selatan, dan mulai saat itulah mereka menjalankan pabrikan, lebih khususnya bola sepak.
Ketika pertama kali berdiri, jumlah karyawan Triple S tidak lebih dari 100 orang. Namun, seiring makin derasnya arus permintaan bola sepak, hingga kapasitas produksinya mencapai 100 ribu bola per bulan, jumlah karyawan pun terus bertambah hingga mencapai 2 ribu orang yang tersebar bukan hanya di Kabupaten Majalengka, tapi juga terdapat di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Kabupaten Indramayu. Ada yang khusus mengerjakan penjahitan panel (segi 6 atau segi 5) di rumah-rumah, ada yang untuk finishing di pabrik, dan masih banyak lagi.
Direktur Ekspor-Impor Triple S. saat ini dijabat Jefry Romdonny. Ia adalah salah satu anak kandung Irwan yang mendapat kepercayaan dari ayahnya untuk melakukan penetrasi pasar, lokal ataupun global karena kepiawaiannya berbahasa asing. Ketika pertama kali terjun ke bisnis keluarga pada 2002, Jefry “diceburkan” lebih dulu ke pabrik, untuk mempelajari bagaimana proses produksi pembuatan bola sepak.
Ia digembleng oleh ayahnya mulai dari menjalankan pekerjaan layaknya karyawan lain, seperti membuat panel, menggabungkan panel, menyablon, finishing, distribusi, dan masih banyak lagi.
Pada 2004, Jefry mulai diajak mengikuti berbagai pameran di luar negeri. Dari pameran itulah Jefry memetik banyak pengalaman, mulai dari pameran yang sepi pengunjung hingga jualannya tidak laku sama sekali. Dia ingat persis ketika mengikuti pameran di Ekuador dan membawa 3.500 bola.
Hari pertama, pengunjung yang datang sangat sepi, hingga ia mulai khawatir bola yang dibawanya tidak akan laku terjual. Akhirnya di hari kedua Jefry menurunkan harganya jadi harga ekspor. Hasilnya? Pada hari ketiga bola yang dibawa ludes terjual. Kini, setiap mengikuti pameran, di awal hari Jefry akan memasang harga yang agak mahal. Kemudian, beberapa hari menjelang pameran berakhir barulah harganya diturunkan.
Pengalaman Jefry dalam mengenali karakter pelanggan semakin kaya. Ia tahu persis anak-anak Jepang yang keranjingan karakter animasi. Maka, ketika Triple S pameran di Jepang, bolanya dihiasi karakter animasi Naruto dan sejenisnya. Respons pasar Jepang pun menjadi cukup baik. Demikian pula dengan warga Hongaria yang menggandrungi kata kulit (bahasa Hongaria). Maka, ketika pameran di Hongaria, kata kulit disablon di bolanya.
Hal yang harus difikirkan adalah bahwa jika ingin produk bola ini semakin dikenal dan menjadi bola dunia di pasar dunia, sertifikasi FIFA harus dimiliki oleh triple S dan ini harus diprioritaskan. dan untuk mendapatkan sertifikasi FIFA ini banyak persyaratan yang mesti dipenuhi, mulai dari dilihat pekerjanya, cukup adilkah pengupahannya, atau adakah tenaga kerja yang di bawah umur, bagaimana manajemen limbah, bagaimana kualitasnya. Idealnya, bagi FIFA, bola yang bagus adalah bola yang tidak rusak ketika ditendang sebanyak 2 ribu kali. Saat ini Triple S memiliki mesin penendang bola yang kekuatan tendangnya 10 kali lebih keras dari tendangan Christiano Ronaldo.
Selain itu selain digunakan untuk olah raga, bola juga bisa digunakan untuk souvenir atau hadiah sebagai alat promosi perusahaan. Sudah ada beberapa perusahaan yang telah bekerjasama dengan PT. Triple S seperti perusahaan otomotif dan elektronik.
Terbosan lainnya adalah tidak saja memproduksi bola sepak tapi juga kini sudah dikembangkan memproduksi bola futsal. Pesanan untuk bola futsal kini mengalami peningkatan yang cukup signifikan untuk pasar lokal.
Saat ini dengan manajemen di bawah Jefry, volume ekspor bola sepak buatan Triple S semakin naik. Sebagai contoh ekspor bola sepak ke Afrika Selatan dari satu kontainer ukuran 20 feet dalam setiap pengiriman dengan kapasitas 8.316 bola naik menjadi dua kontainer ukuran 40 feet per bulan. Hal ini juga berlaku juga ke sejumlah negara seperti Jepang, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara di Timur Tengah.
Bola Sepak Buatan Asli Majalengka ini semoga terus berkembang dan menjadi ikon nasional, menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, di samping tentu saja meningkatkan lapangan kerja di daerah.
Artikel Terkait: