
Kita mungkin sudah sering mendengar atau bahkan mencicipi aneka makanan asal Sulawesi Selatan, seperti coto, konro, maupun pisang ijo. Tapi mungkin tak banyak yang tahu tentang Kapurung, yang juga salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur).
Jika di Maluku atau Papua dikenal makanan Papeda yang terbuat dari sari atau tepung sagu, maka di Luwu, Kapurung ini merupakan makanan setempat yang juga terbuat dari sagu. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka sayuran.
Meski makanan tradisional yang pada awalnya hanya makanan selingan saat musim kemarau, kini Kapurung mulai populer. Selain ditemukan di warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran, bersanding dengan makanan modern. Di daerah Luwu sendiri nama Kapurung ini sering juga di sebut Pugalu.
Kapurung merupakan makanan berbahan baku sagu yang tergolong sehat karena disajikan bersama dengan sayur-sayuran hijau.
Di kabupaten asalnya Luwu, Sulawesi Selatan, lebih dari 52% masyarakat mengkonsumsi sagu sebagai sumber karbohidrat utama. Bahan pokok ini kemudian diramu sedimikian rupa hingga menghasilkan makanan yang disebut Kapurung. Kuah kuning Kapurung memiliki cita rasa asam yang menyegarkan.
Sebagai sebuah hidangan, kandungan nutrisi dalam Kapurung terbilang cukup lengkap. Di dalamnya terdapat karbohidrat dari sagu, vitamin dan serat dari aneka sayuran, dan protein hewani. Sayuran yang dicampurkan pada Kapurung antara lain kacang panjang, tomat, bayam, kangkung, terong, jagung, dan yang paling unik adalah ontong (jantung pisang). Sementara sumber proteinnya berasal dari ikan, udang, dan ayam.
Mungkin bagi sebagian orang merasa aneh melihat tampilan Kapurung, ada yang membayangkan harus makan lem dan sebagainya. Sebenarnya anggapan bahwa sagu yang dimasak bentuknya menjadi lem itu tidak tepat. Sagu yang dipergunakan untuk Kapurung setelah menjadi adonan kental dan panas, kemudian dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air dingin, hasil akhirnya akan persis seperti cendol, yang bisa dipungut seperti kalau kita menikmati minuman es cendol.
Baca Juga:
Kuah Kapurung terbuat dari sari ikan, ditambah ikan yang dihancurkan dan bumbu-bumbu, seperti kacang tanah goreng yang dihaluskan, bawang putih, garam, dan penyedap lainnya. Cita rasa khas kapurung dihasilkan dari asam yang digunakan, yakni asam pattikala, atau buah kecombrang. Selain menggunakan ikan, ada beberapa masyarakat, seperti di Mangkutana menambahkan daging kedalam Kapurung sebagai pelezat dan sumber protein hewani.
Kapurung juga kadang disajikan bersama cacahan mangga mengkal, bumbu-bumbu, seperti kacang tanah goreng yang dihaluskan, bawang putih, garam, dan penyedap lainnya sebagai penambah selera.
Ketika disantap, bola-bola sagu yang lembut dan kenyal meluncur mulus ke dalam kerongkongan disertai rasa asam, gurih, dan pedas dari kuah Kapurung. Memberikan sensasi kenikmatan tersendiri, karena kita tak perlu bersusah payah mengunyahnya. Asam dalam Kepurung tidak begitu saja menghapus jejak rasa gurih dari udang, ikan, ayam, dan kacang tanah di lidah. Jika ingin meningkatkan intensitas rasa asam, perasan jeruk nipis bisa ditambahkan ke dalam kuah. Kapurung sangat nikmat jika disajikan dalam keadaan masih panas.
Kuah bumbu kacang serta kaya akan rempah yang pedas akan memberikan kehangatan di tenggorokan para penikmatnya.
Makan Kapurung kurang lengkap rasanya jika tidak disertai dengan Lawa sebagai lauk. Lawa merupakan sayuran (bunga pisang atau daun pakis/paku) dan ikan yang dimatangkan dengan menggunakan asam baik dari jeruk maupun cuka.
Ikan yang dijadikan lawa adalah ikan mentah berdaging putih, seperti mairo, bolu/bandeng atau yang lainnya yang dihilangkan tulangnya kemudian direndam dalam air jeruk atau cuka makan beberapa saat. begitu pula dengan sayuran, dimatangkan dengan cara merendam dalam air jeruk nipis atau cuka.
Artikel Terkait: