Halaman utama daerahkita.com
Halaman utama daerahkita.com
Hari Konvensi Ikan Paus 2 Desember 2023
dongengcerita-rakyat

Kebo Iwa Dan Danau Batur - Cerita Rakyat Bali

DaerahKita 22/05/2019

Pada suatu ketika, di daerah Bali, hiduplah sepasang suami istri yang cukup terpandang. Meski sudah cukup lama menikah, mereka belum juga dikaruniai anak. Suami istri itu terus berdoa kepada Sang Hyang Widi Wasa agar dikaruniai anak. Setiap hari, mereka pergi ke Pura untuk berdoa.

Setelah sekian lama, doa mereka terjawab. Sang istri pun mengandung. Kebahagiaan mereka bertambah ketika ternyata anak yang dilahirkan adalah laki-laki. Namun, terjadi keanehan pada anak lelaki itu. Ia tumbuh dengan pesat. Ia pun sangat doyan makan sehingga tubuhnya pun menjadi sangat besar. Karenanya, ia diberi nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.

Ketika dewasa, tinggi tubuhnya hampir sebesar bukit. Kekuatannya pun seperti topan. Kebo Iwa dikenal sebagai perusak. Sebab, jika ia marah, bisa menghancurkan apa saja yang ada di sekelilingnya dengan mudah. Rumah milik penduduk maupun pura bisa dirusaknya. Namun, jika ia tidak sedang mengamuk, tenaganya bisa digunakan untuk membantu penduduk desa seperti untuk membangun rumah, pura, atau membuat sumur.

Kebo Iwa tidak pernah meminta imbalan yang macam-macam pada penduduk desa. Ia hanya minta agar penduduk desa menyediakan makanan yang cukup untuk dirinya. Karena tubuhnya besar, maka makannya pun sangat banyak. Porsi makan Kebo Iwa sama seperti menyiapkan makan untuk seribu orang. Ketika penduduk desa sudah tidak memerlukan tenaganya, mereka tetap harus menyediakan makanan untuk Kebo Iwa. Sebab, jika ia marah, maka celakalah seluruh penduduk desa.

Tibalah musim kemarau. Semua lumbung padi milik penduduk mulai kosong. Beras dan bahan makanan lain mulai sulit diperoleh.Setelah sekian lama, hujan tak kunjung datang. Penduduk desa mulai khawatir dengan keadaan Kebo Iwa. Sebab, jika ia lapar pasti ia akan mengamuk.

Lalu, suatu hari Kebo Iwa merasa lapar, namum makanan belum juga tersedia untuknya. Kebo Iwa pun mulai marah dan mengamuk. Ia menghancurkan rumah-rumah milik penduduk. Pura sebagai tempat ibadah juga tidak luput dari amukannya. Para penduduk lari tunggang-langgang ketakutan. “Mana makanan untukku? Mana makanan untukku?” teriak Kebo Iwa dengan suara yang menggelegar.

Kebo Iwa semakin ganas. Ia tidak hanya menghancurkan bangunan, tapi juga memakan hewan-hewan ternak milik penduduk. Para penduduk pun menjadi korban keganasan Kebo Iwa.

Melihat banyak pura yang dirusak dan banyaknya korban yang berjatuhan, penduduk menjadi kesal. Mereka berkumpul ddan merencanakan untuk melenyapkan Kebo Iwa. “Bagaimana caranya kita bisa melenyapkan Kebo Iwa yang seperti raksasa itu?” tanya seorang warga.

“Kita harus memikirkan siasat untuk menjebak Kebo Iwa,” ucap warga yang lain. “Bagaimana kalau kita perdaya saja Kebo Iwa. Mula-mula kita ajak berdamai. Lalu, kita pura-pura membutuhkan tenaganya. Jika ada kesempatan, langsung kita lenyapkan dia,” ucap seorang warga.

Mendengar pendapat itu, semua warga dengan serempak menyetujuinya. Mereka percaya bahwa Sang Hyang Widi Wasa akan membantu mereka.

Mendengar tawaran itu, Kebo Iwa senang dan menyetujuinya. Ia tidak curiga sedikitpun. Keesokan hari, Kebo Iwa mulai bekerja. Dalam waktu yang terbilang singkat, beberapa rumah berhasil diselesaikan oleh Kebo Iwa. Sementara itu, para warga sibuk mengumpulkan batu kapur untuk mengapur dinding. Namun batu kapur yang dikumpulkan oleh para warga sangat banyak. Kebo Iwa merasa heran mengapa para warga sangat banyak mengumpulkan batu kapur.

Padahal kebutuhan batu kapur untuk rumah-rumah dan pura sudah cukup.

“Mengapa kalian mengumpulkan batu kapur begitu banyak?” tanya Kebo Iwa.

“Apa kamu tidak tahu. Setelah kamu selesai membuat rumah dan pura milik kami, kami akan membuatkanmu rumah yang besar dan sangat indah,” ucap salah seorang warga.

Mendengar itu semua, Kebo Iwa sangatlah senang. Tidak ada kecurigaan sedikitpun di dalam dirinya. Ia malah semakin semangat membantu warga. Hanya dalam beberapa hari, rumah-rumah dan pura milik penduduk berhasil diselesaikan.

Kini pekerjaan yang tersisa hanya tinggal menggali sumur untuk penduduk. Tetapi, pekerjaan itu dirasa cukup lama dan memerlukan lebih banyak tenaga. Sebab pada jaman itu tidak ada alat-alat berat untuk menggali sumur, Kebo Iwa menggunakan tangannya untuk menggali tanah sampai dalam. Semakin hari, lubang yang dibuatnya semakin dalam. Kebo Iwa pun menggalinya semakin ke bawah. Tumpukan tanah bekas galian yang ada di mulut lubang pun makin menggunung. Karena kelelahan, Kebo Iwa pun berhenti untuk istirahat dan makan. Ia makan sangat banyak.

Setelah makan, mata Kebo Iwa terasa berat. Akhirnya, ia tertidur pulas di dalam lubang sumur yang digalinya itu. Dengkuran Kebo Iwa saat tidur terdengar keras sehingga membuat penduduk tahu bahwa ia sedang tertidur lelap.

“Hai dengar! Itu suara dengkuran Kebo Iwa. Berarti Kebo Iwa sudah tertidur sangat lelap. Inilah kesempatan kita untuk melenyapkannya,” ucap seorang warga.

“Benar, kita harus berbuat sesuatu sebelum ia terbangun,” ucap warga lainnya.

Lalu para penduduk segera berkumpul di bibir lubang tersebut. Tampak Kebo Iwa sedang tertidur pulas di dalamnya. Kepala desa memimpin warganya untuk melemparkan batu kapur yang telah mereka siapkan sebelumnya ke dalam sumur. Karena terlalu lelap, Kebo Iwa belum menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya.

Ketika air di dalam sumur bercampur kapur sudah mulai meluap dan menyumbat hidung Kebo Iwa, barulah raksasa itu tersadar. Namun, lemparan batu kapur dari warga datang bertubi-tubi. Kebo Iwa tidak dapat berbuat apa-apa. Meskipun memiliki badan yang sangat besar dan tenaga yang sangat kuat, ia tidak mampu melarikan diri dari tumpukan kapur dan air sumur yang kemudian menguburnya hidup-hidup. Kebo Iwa menyerah terhadap nasib.

Air sumur semakin lama semakin meluap sehingga membanjiri desa dan kemudian membentuk danau.

Danau itu kini dikenal dengan nama Danau Batur.

Timbunan tanah yang cukup tinggi dan tidak tertutup air di sekitar sumur tersebut lalu menjadi sebuah gunung. Gunung itu kini dikenal sebagai Gunung Batur.

Pesan moral:

Untuk mencapai tujuan yang kita inginkan perlu ada kerjasama dan rencana yang matang. Kalau tidak, keinginan kita tidak akan tercapai. Akan tetapi, rencana yang dibuat harus dipikirkan akibatnya kemudian. Kalau tidak akan membawa musibah bagi kita sendiri.

Tags cerita kisah rakyat legenda sastra edukasi budaya tradisi dongeng anak siswa literasi mitos
Referensi: Buku Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara (Sumbi Sambangsari)



Semua Komentar
    Belum ada komentar
Tulis Komentar