Halaman utama daerahkita.com
Halaman utama daerahkita.com
wahyumedia

Kisah Aji Saka dan Asal Usul Aksara Jawa Hanacaraka, Cerita Rakyat Jawa Tengah

DaerahKita 02/04/2021

Dikisahkan, pada suatu ketika berdiri sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang jahat bernama Prabu Dewata Cengkar. sang raja memiliki kebiasaan yang membuat rakyat Medang Kamulan sangat ketakutan. Yaitu kegemaran sang prabu untuk memakan daging manusia. Tidak ada yang berani menentang keinginannya. Setiap hari, Patih Jugul Muda harus sibuk mencari korban manusia untuk dipersembahkan kepada sang prabu, hingga rakyat Medang Kamulan berbondong-bondong mengungsi ke daerah lain menyelamatkan diri.

Kabar tentang kekejaman Prabu Dewata Cengkar sampai juga ke sebuah desa bernama Desa Medang Kawit. Di sana, tinggal seorang pemuda sakti dan gagah berani bernama Aji Saka. Ia tidak tega mendengar banyak rakyat Medang Kamulan menjadi korban kebiadaban Prabu Dewata Cengkar. Akhirnya, ditemani Dora dan Sembada, dua pengawal setianya, Aji Saka pergi ke Medang Kamulan.

Sebelum tiba di Medang Kamulan, mereka singgah di sebuah pegunungan bernama Kendeng. Di sana Aji Saka berkata kepada Sembada, "Sembada, besok aku akan ke Medan Kamulan. Kutitipkan keris ini kepadamu. Jangan berikan kepada siapa pun karena aku sendiri yang akan datang mengambil keris ini."

Keesokan harinya, pergilah Aji Saka melanjutkan perjalanan ke Medang Kamulan seorang diri. Setibanya di sana, ia mendengar kabar bahwa Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak berhasil mendapatkan persembahan untuknya. Mendengar hal itu, Aji Saka pergi menemui Patih Jugul Muda. "Patih, bawalah aku bersamamu menemui Prabu Dewata Cengkar," ucap Aji Saka.

"Apa aku tidak salah dengar? Semua orang lari terbiritbirit jika mereka diminta untuk menjadi korban sang prabu. Tapi, kau justru malah menyerahkan dirimu untuk dijadikan korban," ucap Patih Jugul Muda.

"Kau tidak salah dengar, Patih. Aku bermaksud menghentikan kezaliman di desa ini," jawab Aji Saka.

Akhirnya, pergilah mereka berdua ke istana menghadap Prabu Dewata Cengkar. "Maaf Baginda. Sebelum hamba mati dan menjadi korban, izinkan hamba meminta satu hal," pinta Aji Saka kepada Prabu Dewata Cengkar.

Dengan suaranya yang menggelegar, Prabu Dewata Cengkar berkata, "Cepat katakan, apa keinginanmu? Aku akan mewujudkan keinginanmu karena aku sudah lapar sekali."

"Aku ingin mendapatkan imbalan tanah seluas sorban yang aku pakai ini," ucap Aji Saka.

"Ha...ha...ha..., itukah keinginanmu? Baiklah. Sekarang coba kau rentangkan sorbanmu ke tanah. Aku pasti akan mengabulkannya," ucap Prabu Dewata Cengkar sambil tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan Aji Saka.

Sorban Aji Saka pun digelar. Namun, tidak seorang pun menduga sorban itu sangatlah panjang. Luasnya melebihi kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Ketika digelar, sorban itu membentang dari istana, ke perkampungan penduduk, ke hutan, ke gunung, bahkan sampai ke lembah Ngarai. Semua yang menyaksikan hal itu tercengang. Mereka tidak menduga bahwa sorban yang dikenakan Aji Saka sangatlah panjang dan lebar.

Berdasarkan perjanjian yang telah disetujui sebelumnya, Prabu Dewata Cengkar harus memenuhi janjinya. Itu berarti, wilayah Medang Kamulan menjadi milik Aji Saka. Mengetahui hal itu, Prabu Dewata Cengkar marah bukan kepalang. Namun, dengan kesaktian Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar berhasil diatasi. Sorban Aji Saka yang membentang itu, tiba-tiba saja melilit tubuh Prabu Dewata Cengkar. Lilitan itu sangat kuat hingga tubuh sang prabu yang besar bagaikan raksasa tidak mampu bergerak sedikit pun, apalagi meronta-ronta. Kemudian, tubuh Prabu Dewata Cengkar dilemparkan ke dalam Laut Selatan yang berombak besar. Dengan sekejap, tubuh raksasa itu hilang ditelan ombak yang ganas. Prabu Dewata Cengkar akhirnya mati di tangan Aji Saka. Kezaliman Prabu Dewata Cengkar berakhir.

Mendengar kematian raja mereka, rakyat Medang Kamulan bersorak-sorai. Mereka bahagia karena terbebas dari raja yang suka memakan daging manusia. Aji Saka akhirnya dinobatkan menjadi raja di Medang Kamulan. Ia menjadi raja yang baik hati dan bijaksana. Medang Kamulan pun mengalami masa kejayaan pada saat pemerintahannya.

Suatu hari, Aji Saka teringat akan kerisnya. la pun meminta bantuan Dora untuk mengambil keris yang berada di tangan Sembada. "Dora, tolong kau ambilkan kerisku yang berada di tangan Sembada yang kini berada di pegunungan Kendeng!" perintah Aji Saka. "Baik. Akan aku laksanakan," ucap Dora.

Dora pun pergi ke pegunungan Kendeng menemui Sembada. Setibanya ia di Kendeng, Dora langsung melepas rindu kepada sahabatnya. Keduanya akhirnya berbincang-bincang sejenak dan saling menanyakan kabar. Setelah itu, Dora menyampaikan pesan Aji Saka untuk mengambil keris pusaka.

Mendengar hal itu, Sembada menolak dengan tegas permintaan Dora. Sembada teringat akan pesan yang pernah disampaikan Aji Saka kepadanya yaitu jangan pernah memberikan keris pusaka itu kepada siapa pun karena Aji Saka sendiri yang akan mengambilnya.

"Maaf Sembada, tapi aku benar-benar diminta Aji Saka untuk mengambil keris miliknya. Aku hanya melaksanakan amanat yang diberikannya kepadaku," ucap Dora.

"Maafkan aku juga Dora. Bukan aku tidak percaya padamu, tapi aku hanya sekadar menjalankan amanat dari Aji Saka yang disampaikan kepadaku untuk tidak memberikan keris ini kepada orang lain," ucap Sembada.

Akhirnya, dengan berat hati, mereka bertarung untuk melaksanakan amanat yang telah diembannya. Dora diminta untuk mengambil keris pusaka, sedangkan Sembada diminta untuk tetap menjaga keris pusaka itu sampai Aji Saka sendiri yang datang mengambilnya.

Di lain tempat, Aji Saka sedang menunggu kedatangan Dora. "Seharusnya Dora sudah tiba di sini menemuiku. Tapi, kenapa ia belum datang juga ya?" tanya Aji Saka dalam hati.

Aji Saka kemudian menyusul Dora ke pegunungan Kendeng. Setibanya di sana, betapa terkejutnya ia melihat dua orang kepercayaannya mati tergeletak bersimbah darah. Rupanya mereka bertarung sampai mati demi memegang amanat yang telah mereka emban. Aji Saka baru teringat akan pesan yang ia sampaikan kepada Sembada untuk tidak memberi keris itu kepada siapa pun. Ia merasa bersalah kepada keduanya.

Untuk mengabadikan kesetiaan kedua abdinya, Aji Saka menulis huruf-huruf di sebuah batu yang kemudian dikenal dengan nama Carakan. Susunan huruf-huruf jawa itu adalah ha na ca ra ka - da ta sa wa la ~ pa dha jaya nya — ma ga ba tha nga. Artinya adalah:

Hana caraka = ada utusan
Data sawala = pada bertengkar
Padha jayanya = sama saktinya
Maga bathanga = mati bersama

Itulah peninggalan bersejarah yang ditinggalkan oleh Aji Saka untuk mengenang abdinya yang mati dalam menjalankan tugas yang diembannya.

Pesan Moral:
Menjalankan amanat yang telah diberikan orang lain kepada kita adalah sebuah keharusan. Sebab, kepercayaan itu tidak dapat dibayar dengan apa pun.

Tags cerita kisah rakyat legenda sastra edukasi budaya tradisi dongeng anak siswa literasi fiksi murid
Referensi:
  1. Buku Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
    Oleh: Sumbi Sambangsari
    Penerbit: Wahyumedia

Artikel Terkait:




Semua Komentar
    Belum ada komentar
Tulis Komentar