
Dikisahkan pada jaman sebelum kerjaaan Majapahit berdiri, hiduplah seorang pemuda bernama Suta, Ia adalah seorang abdi kadipaten yang baik hati. Pekerjaannya sebagai abdi adalah mengerjakan pekerjaan kasar di kadipaten.
"Suta...! Bersihkan kudaku. Aku akan menungganginya keliling kadipaten," perintah Adipati. Suta adalah seorang pembantu yang bertugas mengurus kuda-kuda Adipati. Ia adalah pekerja yang jujur dan ulet. Kuda-kuda milik Adipati selalu dalam keadaan sehat di tangan Suta.
Suatu hari, seperti biasanya, Suta membersihkan kandang kuda milik Adipati. Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Suta berjalan-jalan di sekitar kadipaten. Ia melewati sebuah tempat pemandian yang biasa disebut dengan Tamansari. Namun, keasyikan berjalan-jalannya terganggu oleh suara jeritan seorang wanita. Suta pun segera mencari sumber suara tersebut.
"Dari mana asal suara itu? Sepertinya tidak jauh dari sini," ucap Suta dalam hati.
Benar saja, ketika Suta melewati sebuah pohon besar, dilihatnya seorang gadis cantik tengah berteriak ketakutan dan meminta tolong. Gadis itu adalah putri dari Adipati. Suta pun sangat terkejut melihar seekor ular yang sangat besar menggelantung di dahan pohon. Ular tersebut berada persis di hadapan putri Adipati. Dengan mulutnya yang menganga lebar, ular tersebut seolah siap memakan putri Adipati yang ketakutan.
Meskipun Suta sebenarnya juga sangat takut, ia tetap saja berusaha menolong putri Adipati. Diambilnya sebuah kayu yang cukup besar, lalu dipukulkan ke kepala ular tersebut. Suta berkali-kali memukul hingga ular besar itu menggeliat-geliat dan jatuh ke tanah. Perjuangan Suta menaklukkan ular tersebut ternyata tidak sia-sia. Setelah memukul dengan bertubi-tubi, ular tersebut akhirnya mati.
"Apakah putri baik-baik saja?" tanya Suta cemas.
"Aku baik-baik saja Suta. Terima kasih, kau telah menyelamatkan nyawaku," ucap putri Adipati lega.
"Sudah kewajibanku untuk menolong putri." ucap Suta.
Suta pun kemudian mengantar putri Adipati kembali ke kadipaten. Sejak peristiwa itu, Suta dan putri Adipati semakin dekat. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hari keduanya. Suatu hari, Suta datang menghadap Adipati, Ia memberanikan diri untuk melamar putri Adipati.
"Maafkan jika hamba lancang, Adipati. Kedatangan hamba kali ini menghadap bermaksud untuk melamar putri Adipati," ucap Suta.
"Apa? Berani-beraninya kau melamar anakku. Ingat, kau hanya seorang pembantu. Kau tidak sederajat dengan kami," ucap Adipati.
"Tapi ayah, aku juga sangat mencintai Suta," ucap putri Adipati yang saat itu mendengar percakapan antara Suta dengan Adipati.
Tentu saja pengakuan putrinya tersebut membuat Adipati semakin berang. Ia pun berusaha memisahkan putrinya dengan Suta. Tanpa menghiraukan isak tangis putrinya. Adipati menyuruh pengawalnya untuk menangkap Suta. "Pengawal, tangkap dia dan masukkan ke dalam penjara!" perintah Adipati.
Kehidupan Suta di dalam penjara sangat memprihatinkan. Suta dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah yang sangat gelap. Selnya pun digenangi air setinggi pinggang. Benar-benar tidak layak untuk ditinggali. Penderitaannya juga bertambah ketika ia tidak diberi makan meskipun hanya sedikit.
Keadaan Suta yang sangat menyedihkan terdengar oleh putri Adipati. Ditambah lagi, Suta terserang penyakit demam. Hal ini membuat putri Adipati semakin bingung. Ia sangat ingin menolong kekasih hatinya. Akhirnya, dengan dibantu emban (inang pengasuh) kepercayaannya, putri Adipati membebaskan Suta.
"Emban, tolong bantu aku menyelamatkan Suta. Sebab, aku pernah berhutang budi kepadanya," ucap putri Adipati.
"Hamba akan bantu semampu hamba," ucap emban.
"Aku punya rencana. Ketika para pengawal dalam keadaan lengah, emban diam-diam menyelinaplah ke dalam penjara. Aku akan menunggunya di taman belakang dengan seekor kuda," ucap putri Adipati.
Saat malam menjelang, rencana putri Adipati pun dilaksanakan. Suta yang berada di penjara bawah tanah dibebaskan oleh emban dengan cara menyelinap. Suta yang dalam keadaan sakit dipapah oleh emban ke taman belakang kadipaten. Di sana, putri Adipati sudah menunggu dengan harap-harap cemas. Betapa bahagianya hati sang putri melihat sosok Suta.
"Emban, terima kasih engkau sudi menolongku. Jika ayah bertanya tentang aku dan Suta, jawab saja emban tidak tahu apa-apa. Jasamu tidak akan kulupakan, emban." ucap putri berterima kasih sambil memeluk emban kepercayaannya.
"Hamba akan melakukan apa saja demi kebahagiaan Putri," ucap emban dengan penuh rasa haru.
Kemudian, sesegera mungkin sang putri membawa Suta pergi jauh dari kadipaten dengan menunggang kuda. Dengan menyamar sebagai orang desa, mereka pun lolos dari pengejaran. Berkat kesabaran dan perawatan sang putri, Suta pun sembuh dari sakitnya.
Berhari-hari sudah Suta dan putri pergi mengembara. Mereka tiba di sebuah daerah yang subur di kaki Gunung Slamet. Mereka memutuskan untuk menetap di sana. Dua insan yang saling mencintai itu kemudian menikah.
Daerah yang menjadi tempat tinggal mereka diberi nama Batu Raden. Nama ini diambil dari kata batur dan raden. Batur berarti pembantu yang menunjukkan kedudukan Suta sebagai pembantu Adipati, sedangkan raden menunjukkan kedudukan sang putri sebagai putri Adipati. Daerah Batu Raden sekarang menjadi daerah wisata yang berada di daerah Purwokerto, Jawa Tengah.
Pesan Moral: Cinta adalah anugerah Tuhan yang patut kita syukuri. Dengan cinta, hidup akan damai. Sebab, cinta tidak memandang status maupun jabatan. Dalam cinta, hanya ada ketulusan dan kerelaan untuk berkorban. Selain itu kita juga jangan melupakan jasa orang yang telah menolong kita dalam kesulitan.
Baca Juga:
Artikel Terkait: