
MR. Syafruddin Prawiranegara (ejaan lama: Sjafruddin Prawiranegara) lahir pada 28 Februari 1911 di Anyar Kidul, Serang, Banten. Ayahnya bernama R. Irsyad Prawiraatmaja, keturunan bangsawan Banten dan Pagaruyung. Syafruddin menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada 1925, kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun, dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung. Pada 1939, beliau melanjutkan pendidikan tinggi di Rechts Hooge School (RHS) di Jakarta, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten, disingkat MR, yang setara dengan Sarjana Hukum saat ini.
Setelah lulus dari RHS, Syafruddin sempat bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta dan menjadi petugas di Departemen Keuangan Belanda. Pada masa pendudukan tentara Jepang, Syafruddin bekerja sebagai pegawai Departemen Keuangan Jepang. Keterlibatannya dalam bidang politik dimulai dengan menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pada 1946 Syafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan dan pada 1947 menjabat sebagai Menteri Kemakmuran. Pada saat itu terjadilah Agresi Militer II. Pada Agresi Militer II 1948, Belanda menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta beberapa pejabat penting Republik Indonesia. Ketiadaan pemimpin mengancam posisi Republik Indonesia di mata internasional. Pada waktu itu Syafruddin yang sedang berada di Sumatera Barat berhasil membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948 di Bukittinggi. Selama enam bulan, Syafruddin menjalankan pemerintahan Republik Indonesia secara darurat. Melalui radio yang disiarkan dari Sumatera Barat, Syafruddin mengabarkan bahwa pemerintah Republik Indonesia masih ada.
Atas usaha Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Belanda terpaksa menghentikan agresi dan berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda. Soekarno dan Hatta serta pejabat-pejabat Republik Indonesia dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, serta sejumlah menteri kedua kabinet. PDRI mengembalikan mandat kepada Republik Indonesia pada 14 Juli 1949.
Seusai penyerahan kembali kekuasaan PDRI kepada Republik Indonesia, Syafruddin menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI. Kemudian, untuk kedua kalinya beliau kembali menjadi Menteri Keuangan pada 1949-1950. Pada Maret 1950, Syafruddin melaksanakan pengguntingan uang dari Rp5 ke atas sehingga nilainya tinggal saperuh. Kebijakan moneter tersebut dikenal dengan peristiwa Gunting Syafruddin/i>. Pada waktu itu, bank sentral Indonesia masih bernama Javasche Bank. Pada 1951, Syafruddin menjadi Presiden Direktur Javasche Bank terakhir dan sekaligus menjadi Gubernur Bank Indonesia pertama.
Syafruddin Prawiranegara wafat pada 15 Februari 1989 di Jakarta dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir. Pada 7 November 2011, berdasarkan Keppres No.113/TK/2011, pemerintah menobatkan Syafruddin Prawiranegara sebagai pahlawan nasional. Sebelumnya, pada tanggal 17 Agustus 2005 penggunaan nama Menara Syafruddin Prawiranegara diresmikan sebagai salah satu nama gedung yang ada di Komplek Perkantoran Bank Indonesia di Jakarta.
Artikel Terkait: