
I Gusti Ketut Pudja lahir pada 19 Mei 1908 di Singaraja, Bali. Ayahnya bernama I Gusti Nyoman Raka, sedangkan ibunya bernama Jero Ratna Kusuma. Pada 1934, Pudja berhasil menyelesaikan pendidikannya di Rechtshoogeschool te Batavia<.i> atau RHS, Sekolah Tinggi Hukum di masa Hindia Belanda yang berada di Jakarta.
Setahun kemudian, I Gusti Ketut Pudja bekerja pada Kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja. Pada masa pendudukan tentara Jepang, Pudja diangkat menjadi residen oleh Angkatan Darat Jepang. Setelah Angkatan Darat Jepang diganti dengan Angkatan Laut Jepang, Pudja diangkat sebagai giyosei komon (penasihat umum) dan cookan (kepala pemerintahan Sunda Kecil) sampai Jepang menyerah kalah.
Ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk, Pudja terpilih menjadi salah satu anggota PPKI mewakili daerah Sunda Kecil yang sekarang meliputi Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam rapat PPKI, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, dibahas Piagam Jakarta. Pudja mengusulkan penggantian butir pertama Pancasila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa". Usulan tersebut pun disetujui.
Pada 22 Agustus 1945, I Gusti Ketut Pudja diangkat menjadi Gubernur Sunda Kecil. Pudja mempersiapkan pemerintahan Sunda Kecil yang beribukota di Singaraja dan menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan. Pudja membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) Sunda Kecil yang diketuai Ida Bagus Putra Manuaba. Beliau bertugas menyosialisasikan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan berdirinya pemerintahan Indonesia di Sunda Kecil. Utusan-utusan pun dikirim ke berbagai kerajaan di Bali, Lombok, dan Sumbawa.
Pudja juga membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) Sunda Kecil. Pada waktu itu tentara Jepang masih berada di Bali dan masih bersenjata. Pudja mengerahkan para pemuda untuk melucuti tentara Jepang. Usaha beliau gagal dan Pudja bahkan sempat ditangkap tentara Jepang pada 13 Desember 1945.
Setelah ditahan selama satu bulan, Pudja bebas dan pergi ke Yogyakarta. Selanjutnya Pudja diangkat menjadi pejabat di Departemen Dalam Negeri menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga 1968.
I Gusti Ketut Pudja wafat pada 4 Mei 1977. Pada 7 November 2011, berdasarkan Keppres No. 113/TK/2011, pemerintah menobatkan I Gusti Ketut Pudja sebagai pahlawan nasional. Pada 2016, Bank Indonesia memutuskan I Gusti Ketut Pudja sebagai satu dari 12 pahlawan nasional yang sosoknya terlukis di uang baru Indonesia. Sosok Pudja dapat ditemukan di uang rupiah pecahan Rp1.000.
Artikel Terkait: