
Dahulu, terdapat kisah seorang gadis cantik yang jago silat. Ia tinggal di Marunda bersama orang tuanya, Bang Basri. Meskipun Zaenab seorang wanita, tapi tingkah lakumya tidak kalah seperti laki-laki. Semua teman Zaenab kebanyakan laki-laki. Selain jago silat, ia juga pandai berenang dan mendayung. Hampir semua anak laki-laki di daerahnya sudah pernah dikalahkan Zaenab.
Suatu hari, saat malam menjelang, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari rumah Babah Yong di Kemayoran. Ternyata, di rumah Babah Yong terjadi perampokan. Perampok-perampok itu tampaknya bukan orang sembarangan. Ia memiliki ilmu silat yang tinggi. Para centengnya (Centeng: penjaga rumah, pabrik, atau gudang yang dibayar sebagai tukang pukul) sudah terkapar di lantai, sedangkan Babah Yong terikat di tiang rumah. Harta benda milik Babah Yong sudah ludes diambil perampok itu.
Para warga berduyun-duyun datang ke rumah Babah Yong, termasuk Tuan Ruys. Tuan Ruys adalah petugas keamanan di daerah itu. Ketika itu, ia datang bersama Bek Kemayoran (bek: lurah pada jaman penjajahan Belanda). Selain itu, ada juga para opas (opas: tukang jaga) yang membantu penyelidikan.
"Aku yakin, pasti yang melakukan perampokan ini adalah Dullah. Siapa lagi yang mampu melawan centeng Babah Yong yang tangguh selain si Dullah dan kawan-kawannya. Sekarang, cepat tangkap si Dullah dan komplotannya!" perintah Tuan Ruys.
Dullah memang pemuda yang jago silat dan tidak terkalahkan. Namun, tuduhan Tuan Ruys kepada Dullah disangkal oleh salah seorang warga. Warga tersebut melihat Dullah berada di rumahnya saat peristiwa terjadi. "Maaf Tuan Ruys. Sepengetahuan saya si Dullah berada di rumahnya saat peristiwa terjadi. Soalnya, saya dan Dullah ngopi-ngopi (baca: minum kopi) semalaman di rumahnya," ucap salah seorang warga yang kebetulan tetangga Dullah.
Setelah beberapa saksi dipanggil oleh Tuan Ruys, semuanya mengatakan hal-hal yang meringankan Dullah. Akhirnya, berdasarkan beberapa keterangan dari para warga dan tidak cukupnya bukti, Dullah pun dibebaskan dari tahanan oleh Tuan Ruys.
"Hei Dullah, kamu jangan senang dulu! Meskipun kamu telah dibebaskan, bukan berarti kamu terlepas dari dugaan perampokan. Sebab, ada juga warga yang melihatmu keluar dari rumah Babah Yong. Oleh karena itu, jika bukan kamu perampoknya, sekarang kamu tangkap perampok aslinya! Jika kamu tidak berhasil menangkapnya, kamulah yang akan aku tangkap!" seru Tuan Ruys.
Dullah sangat bingung ke mana harus mencari dan menangkap si perampok asli. Dullah juga ingin membersihkan nama baiknya dari tuduhan sebagai perampok. Ia pun mencari perampok itu sampai ke daerah Marunda. Karena pikirannya yang kalut, ia memasuki wilayah itu tanpa permisi. Karena perbuatannya, ia ditegur oleh penjaga gardu.
"Hei, siapa kamu? Datang ke wilayah orang tanpa permisi. Nggak punya aturan ya?" tegur penjaga gardu.
Dullah yang tidak terima dengan teguran si penjaga gardu semakin emosi. Ia pun mengajaknya berkelahi. "Sembarangan saja kamu ngomong! Kalau kamu nggak suka, ayo kita berkelahi!" tantang Dullah.
Penjaga gardu pun menjadi emosi. Akhirnya, mereka berkelahi. Ilmu silat Dullah yang tinggi membuat si penjaga gardu kewalahan. Ketika ada kesempatan, si penjaga gardu lari meminta bantuan Bang Basri. Perkelahian semakin sengit. Meskipun perkelahian mereka tampak seimbang, namun karena usia yang terpaut jauh membuat Bang Basri kewalahan juga menghadapi Dullah. Ketika Bang Basri terdesak, datanglah Zaenab membantu.
Kali ini, perkelahian terjadi antara Dullah dan Zaenab. Perkelahian mereka berlangsung sengit. Bang Basri yang melihat perkelahian itu malah tertawa melihat kedua muda-mudi itu berkelahi. Sebab, tidak ada satu pun dari mereka yang kalah. Akhirnya, mereka berhenti dan berdamai. Bang Basri malah menjamu Dullah di rumahnya. "Siapa namamu anak muda? Jika kamu berkenan, mampirlah dulu ke rumahku agar kita lebih enak berbicara. Aku rasa ini hanyalah kesalahpahaman semata. Aku lihat kamu adalah pemuda yang baik," ucap Bang Basri. "Aku Dullah dari Kemayoran. Terima kasih," jawab Dullah.
Bang Basri mengajak Dullah ke rumahnya. Di sana mereka berbincang-bincang dengan akrab. Bang Basri yang melihat gelagat Dullah dan anaknya, Zaenab, saling mencuri pandang akhirnya menjodohkan keduanya. Dullah dan Zaenab pun tersenyum. Memang keberuntungan berada di pihak Dullah. Awalnya ingin menangkap perampok malah mendapatkan calon istri.
Dullah pun menceritakan kedatangannya ke Marunda sebenarnya untuk mencari perampok rumah Babah Yong. Ia memberikan ciri-ciri sang perampok. Mendengar hal itu, Bang Basri yakin bahwa perampok itu adalah Jonet.
itu, disusunlah rencana penangkapan Jonet. Bang Basri sengaja mengundang Jonet untuk hadir di pesta pernikahan Zaenab dan Dullah. Di pesta itulah waktu yang tepat untuk menangkap Jonet. Bang Basri juga memberitahukan bahwa Jonet tidak memiliki keluarga di daerahnya. Ia adalah anak yatim piatu.
Tibalah saat pesta pernikahan digelar. Banyak undangan yang hadir termasuk Jonet dan kawan-kawannya. Rencana itu berhasil memancing Jonet dan kawan-kawannya keluar dari tempat persembunyiannya.
Tidak ada satu orang pun yang menyangka bahwa wajah Jonet sangat mirip dengan Dullah. Ketika Jonet telah selesai menikmati jamuan pesta dan hendak pergi, Tuan Ruys, Bek Kemayoran, para opas, dan centeng Babah Yong segera menangkapnya. Ternyata mereka sengaja diundang oleh Bang Basri untuk menangkap Jonet dan kawan-kawannya.
Jonet yang sudah terkepung tidak bisa berkutik. Terdesak dengan keadaan, ia mengeluarkan pistol dan menembakkan ke arah Bek Kemayoran. Tapi, sasarannya meleset, peluru yang ditembakkannya malah mengenai Bang Basri. Zaenab yang melihat kejadian itu langsung melesat mengejar Jonet. Jonet pun berhasil ditangkap oleh Zaenab, namun terjadi perebutan pistol di antara mereka berdua. Tiba-tiba, terdengar bunyi, "dorr..." Pistol itu meletus. Semua yang menyaksikan tampak tertegun melihat kejadian itu. Mereka tidak mengetahui siapa yang menjadi sasaran dari pistol itu. Hanya Dullah yang berlari ke arah Zaenab.
Dengan hitungan detik, Jonet ambruk di hadapan Zaenab dan tergeletak di tanah. Tubuhnya berlumuran darah. Ternyata, peluru Jonet mengenai dirinya sendiri.
"Zaenab, maafkan aku merusak acaramu. Simpanlah kado perkawinan ini untukmu. Jadilah istri yang baik dan rukunlah bersama suamimu," lirih Jonet sambil menyerahkan pending emas (hiasan dada atau ikat pinggang yang dibuat dari lempeng emas) kepada Zaenab.
Zaenab pun memperkenalkan Dullah kepada Jonet. Betapa terkejutnya Jonet ketila melihat Dullah yang ternyata adalah adiknya sendiri. "Dullah adikku, kita adalah saudara. Kita satu ayah namun lain ibu. Ibumu dari Banten, sedangkan ibuku dari Karawang," ucap Jonet terbata-bata.
Setelah mengucapkan hal itu, Jonet akhirnya meninggal dunia. Dullah tidak menyangka akan bertemu kakaknya dengan cara seperti ini. Semua yang melihat kejadian itu tampak sedih. Dullah pun mengangkat jenazah kakaknya untuk dikebumikan. Ayah Zaenab, Bang Basri, yang terkena peluru Jonet ternyata masih selamat. Beberapa minggu kemudian, Bang Basri kembali sehat. Dullah dan Zaenab pun hidup bahagia.
Pesan Moral:
Kebenaran pasti akan menang. Sepandai-pandainya kita menutupi kejahatan, suatu hari pasti akan terungkap. Oleh karena itu, berbuat baiklah terhadap sesama.
Buku Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
Oleh: Sumbi Sambangsari
Penerbit: Wahyumedia
Artikel Terkait: