
Labia adalah sebutan masyarakat Parigi, Sulawesi Tengah untuk sagu. Mereka memakai dialek sub etnik Tara, salah satu rumpun Suku Kaili. Selain nasi sebagai makanan pokok, hasil olahan jagung dan sagu juga biasa ditemui sebagai makanan sehari-hari di Sulawesi Tengah.
Jika kata labia diimbuhi dengan dange, maka itu artinya sagu panggang. Dari namanya, jenis penganan ini berbahan sagu sagu dengan memasaknya di atas wajan dan tungku tanah liat. Pengolahannya seperti pada pembuatan surabi dengan cara memanggangnya di atas bara dengan wajan tanah liat.
Untuk rasanya ada berbagai variasi rasa gurih ataupun manis, sehingga bisa menyesuaikan dengan selera kita. Ada labia dange isi ikan teri, labia dange rono atau labia dange isi durian, dan labia dange tamadue, bisa kita pilih sesuai keinginan. Ada pula labia dange isi gula aren, labia dange gola vaga. Untuk mudahnya, masyarakat setempat mengenal berbagai variasi tersebut sebagai palapa. Makanan renyah ini tetap disebut labia dange jika tidak dicampurkan bahan-bahan lain.
Cara membuat labia dange dimulai dengan menyiapkan tepung sagu secukupnya, ikan teri, durian atau gula jawa/gula aren, tergantung pilihan dan selera kita. Siapkan pula parutan kelapa yang akan dicampur dengan sagu. Kemudian campurkan sagu dengan parutan kelapa secara merata. Lalu adonan dipanggang di atas tembikar berbentuk setengah bulatan. Agar matangnya merata, tembikarnya dipanaskan dulu di atas kompor atau tungku.
Tunggu kira-kira 5 menit, lapisan pertama yang dibuat tipis saja sudah matang. Lalu kita pilih saja, mau pakai isi rono, tamadue atau gola vaga. Sebar merata di atas lapis pertama yang sudah matang tadi, lalu dilapisi lagi dengan sagu. Tunggu lagi sekira 5 menit, dan labia dange pun siap dihidangkan.
Artikel Terkait: