
Salah satu peninggalan bersejarah yang bisa kita temui di Yogyakarta adalah Selokan Mataram. Peninggalan ini berupa saluran air yang terbentang memanjang dari barat ke timur menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak. Selokan Mataram yang dibangun saat pendudukan Jepang ini masih terasa manfaatnya hingga saat ini. Saluran air ini berperan penting menjadi saluran irigasi yang mengairi belasan ribu hektar sawah di wilayah Yogyakarta.
Latar belakang pembangunan Selokan Mataram cukup menarik disimak. Pada masa penjajahan Jepang, banyak rakyat Indonesia dikirim ke berbagai daerah untuk dijadikan tenaga kerja paksa atau romusha. Mereka dipaksa untuk membangun beragam infrastruktur yang mendukung kepentingan militer Jepang melawan Sekutu. Rakyat yang menjadi romusha sangat menderita, tidak diberi makan yang cukup dan diperlakukan dengan kejam sehingga banyak yang tewas.
Baca Juga:
Keadaan ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin. Penguasa Kesultanan Yogyakarta tersebut berusaha menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Dengan kebijaksanaan beliau, rakyat Yogyakarta diperintahkan membangun saluran irigasi sepanjang 30 km, dari Sungai Progo sampai ke Sungai Opak.
Sultan yang naik tahta pada tahun 1940 itu pun menolak rakyatnya dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek saluran irigasi. Pembangunan saluran air itu memang perlu dilengkapi dengan bendungan, tanggul, jembatan, dan lain-lain, sehingga memerlukan banyak tenaga.
Kepada pihak Jepang, Sri Sultan menyampaikan bahwa Yogyakarta adalah daerah yang kering. Hasil bumi yang dijadikan andalan hanyalah singkong yang diolah menjadi gaplek. Salah satu usulan berharga beliau adalah usulan proyek pembangunan saluran irigasi yang menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak. Melalui pengaruhnya yang kuat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyampaikan kepada Jepang tentang keadaan wilayah Yogyakarta. Ia menyebutkan bahwa kondisi penduduk dan areal pertaniannya sangat memprihatinkan karena masalah pengairan. Diharapkan dengan keberadaan sarana pengairan yang memadai akan diperoleh hasil pertanian yang baik sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi Jepang.
Diplomasi Sri Sultan Hamengku Buwono IX membuahkan hasil positif. Jepang menyetujui pembangunan kanal untuk sarana pengairan yang pada zaman kolonial Jepang dikenal dengan nama Kanal Yoshiro, dan kini dikenal dengan nama Selokan Mataram. Selokan Mataram kemudian dibangun pada masa penjajah Jepang tahun 1944 dengan panjang selokan sepanjang 30,8 km dari Ancol hingga Kalasan serta mengairi areal pertanian seluas 15.734 ha, pada waktu itu.
Tidak hanya dimanfaatkan sebagai pengairan, selokan mataram kadang juga dimanfaatkan sebagai lokasi olah raga adventure sampai lokasi memancing. Selain itu, di aliran Selokan Mataram dibangun gardu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), salah satunya yang terletak di desa Bligo, kecamatan Ngluwar, kabupaten Magelang, dan mampu memberikan suplay listrik bagi sebagian masyarakat di sekitar Selokan Mataram, khususnya di desa Bligo. Hal tersebut menunjukkan keberadaan selokan mataram benar-benar bermanfaat bagi masyarakat baik dulu hingga saat ini.
Artikel Terkait: