
Di masa Perang Dunia II, sebagian wilayah Indonesia menjadi bagian dari palagan Pasifik (Pacific Theatre) dalam perseteruan antara Balatentara Jepang dengan Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat dalam memperebutkan hegemoni kekuasaan di Asia-Pasifik. Wilayah tersebut salah satunya adalah sebuah pulau di utara Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara, yaitu Pulau Morotai. Provinsi ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara.
Kabupaten Kepulauan Morotai, Provinsi Maluku Utara, memiliki keindahan alam mempesona serta menyimpan kisah perjalanan sejarah dari masa Perang Dunia II. Karena keistimewaan itu, Morotai dijuluki "Mutiara di Bibir Pasifik". Pulau Morotai di masa Perang Dunia II menjadi arena bagi pertempuran antara Negeri Sakura dan Paman Sam, dimulai pada tahun 1942. Ketika itu Jepang menduduki Morotai untuk digunakan sebagai pangkalan militer mereka dalam menguasai Indonesia (Hindia Belanda), Filipina, dan sebagian Malaysia.
Pihak Sekutu memandang Pulau Morotai sebagai tempat strategis. Lokasinya cocok untuk digunakan sebagai basis untuk merebut kembali Filipina dari Jepang. Pada tahun 1944, tentara sekutu dari Amerika Serikat dan Australia di bawah pimpinan Panglima Pasifik Barat, Jenderal Douglas MacArthur akhirnya berhasil mendarat di Morotai tepatnya di bagian barat daya pulau ini.
Ketika itu, Jepang sempat meninggalkan Morotai demi mendukung pertempuran di Halmahera. Pasukan Jepang hanya meninggalkan 500 hingga 1.000 tentaranya untuk tetap menjaga Morotai.
Melihat kesempatan emas ini, Amerika Serikat tak tinggal diam. Mengingat jumlah personil yang dimilikinya sekitar 60 ribu, berlipat kali lebih besar dibandingkan dengan kekuatan sang lawan. Pada 15 September 1944, tim intelejen AS menyebutkan bahwa pertahanan Jepang di Halmahera dan Morotai tengah melemah. Akhirnya, tepat pukul 06.30 waktu setempat, kapal perang AS dan sekutu berhasil menurunkan pasukan mereka.
Pertempuran antara Jepang dan AS pun tak bisa dihindari. Dan Morotai berhasil menduduki Morotai.
Amerika dan sekutunya kemudian menggunakan Pulau Morotai sebagai basis serangan pesawat militernya sebelum menuju Filipina dan Borneo bagian timur. Penduduk lokal di Pulau Morotai yang masih mengingat Perang Dunia II menyebut pada 1944-1945 tempat ini merupakan lokasi pertempuran sengit dari puluhan pesawat tempur yang menderu ketika lepas landas dan mendarat di sepanjang Teluk Daruba.
Walau pasukannya hanya sedikit, Jepang tetap berusaha sekuat tenaga dengan mengerahkan Angkatan Lautnya untuk merebut kembali Morotai. Hingga akhirnya pada 4 Oktober 1944 perang selesai dan usaha Jepang tidak membuahkan hasil. Selepas Perang Dunia II berlangsung, pasukan Sekutu terus menempati Morotai hingga akhirnya Jepang menyerah tahun 1945 dan Pasukan Sekutu meninggalkan pulau tersebut.
Perang yang menewaskan ratusan tentara dari kedua kubu itu disebut-sebut menjadi salah satu perang paling hebat di dunia. Tak bisa dimungkiri adanya kejadian itu menyisakan jejak-jejak sejarah tersendiri. Berbagai barang, senjata, dan situs-situs penting menjadi saksi bisu pertempuran besar tersebut. Sampai saat ini kepingan-kepingan memori Perang Dunia II itu masih terus dikumpulkan secara perlahan dan tentu saja tidak mudah.
Balai Arkeologi Maluku telah menurunkan enam peneliti melakukan studi penjajakan pada September 2017, guna mengumpulkan data titik-titik pengamatan untuk ditindaklanjuti. Riset yang dipimpin langsung oleh Muhammad Husni itu berhasil mengumpulkan berbagai data sisa-sisa peninggalan Perang Pasifik, salah satunya adalah bekas pangkalan udara militer Jepang di Daruba, ibu kota Morotai.
Di pangkalan militer yang tidak terawat tersebut masih bisa ditemukan tujuh landasan pesawat terbang, tank, bunker, meriam, dan lainnya dalam kondisi rusak berat. Selain itu, tim peneliti juga menemukan komplek pemakaman yang diduga adalah milik tentara Jepang yang tewas dalam Perang Pasifik, dan galangan kapal militer yang tidak terawat.
Berbagai situs peninggalan perang sangat potensial menjadi tujuan wisata. Sisa-sisa perang seperti landasan pesawat Perang Dunia II, tank, penjara AS, kuburan tentara Jepang dan AS. Ada juga tempat tinggal McArthur. Lalu tempat tinggal tentara Jepang yang bersembunyi selama 30 tahun dan ditemukan pada 1974, yaitu Nakamura. Benda-benda bersejarah juga ditemukan di Morotai dari yang kecil seperti kalung tentara, peluru, piring-piring, botol minuman, senjata. Barang-barang sisa perang banyak ditemukan di Totodoku dan Gotalamo. Karena di tempat-tempat itulah dulu para tentara tinggal.
Bahkan sisa-sisa kenangan masa perang masih tersimpan hingga di bawah laut, karena setelah Jepang kalah, semua barang dibuang ke laut. Benda-benda seperti tank, pesawat tempur, maupun jeep ditemukan di kedalaman 15-40 meter. Morotai sediri memiliki keindahan bawah laut yang menakjubkan, dengan kekayaan terumbu karang dan ikan yang berwarna-warni. Pulau ini juga berhasil membuat decak kagum wisatawan dengan alat perang yang bisa dijumpai di sana. Ketika diving, penyelam akan bertemu dengan bangkai kapal dan pesawat, serta peralatan perang yang terdiri dari tank, senjata, hingga tempat memasak para anggota militer yang bertempur.
Bangkai pesawat Australia bernama Bristol Beaufort bisa dilihat di kedalaman 40 meter di selatan Morotai. Selain bangkai pesawat, ada pula rongsokan tank yang turut menghiasi bawah laut. Di perairan Mira ada sebuah kapal karang, di Buho Buho dan dekat Dodola terdapat pesawat tempur. Sedangkan di Zum Zum ada bangkai kapal selam milik Jepang. Kurang lebih ada 25 bangkai pesawat atau kapal tempur yang karam dan tersebar di 25 titik diving di Morotai.
Sementara, nilai sejarah yang penting itupun tidak sertamerta dihilangkan oleh Indonesia. Bahkan, pemerintah Indonesia telah membangun “Museum Perang Dunia II” di Pulau Morotai dan telah diresmikan oleh wakil presiden RI, Boediono, pada tahun 2014. Sebagian besar koleksi di museum, merupakan berbagai barang peninggalan yang sebelumnya disita dari masyarakat.
Koleksi museum bukan hanya berupa peninggalan yang berkaitan dengan berbagai peralatan perang seperti miniatur 2 tank amfibi. Tapi, juga perlengkapan pasukan sehari-hari, seperti peralatan makan dan minum, kalung “dog tag” hingga uang koin. Dipamerkan juga pakaian, senjata, ataupun foto-foto pada masa itu. Berbagai koleksi di museum Perang Dunia II, terlihat sangat nyata dan memberikan gambaran langsung kepadanya sebagai masyarakat awam terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan perang kala itu.
Lokasi museum Perang Dunia II terbilang sangat strategis, sebab berdekatan dengan akses ke bandara Pitu. Letak museum yang berada tepat di bibir pantai dan menghadap ke Samudera Pasifik, semakin menambah kesan dramatis akan Perang Dunia II.
Jika Anda berkunjung ke Pulau Morotai juga direkomendasikan untuk mengunjungi pulau “Zum-zum MacArthur”. Pulau itu diyakini sebagai basis Douglas MacArthur dalam mengatur stategi untuk merebut Filipina dari Jepang. Di pulau itu juga dibangun monumen Douglas MacArthur. Selain itu, gua “Nakamura” juga wajib untuk Anda kunjungi. Gua itu merupakan tempat persembunyian prajurit Jepang, Teruo Nakamura yang menolak menyerah dan baru berhasil diamankan pada 18 Desember 1974.
Artikel Terkait: