
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, ketersediaan energi sangatlah penting. Tanpa energi yang cukup, kegiatan sehari-hari dapat terhenti. Contoh mudahnya saja ketika terjadi listrik padam. Maka sistem telekomunikasi juga bisa terganggu, sehingga proses pelayanan melalui sarana online pun ikut terganggu. Calon penumpang kesulitan untuk mengorder ojek online, karena baik penumpang maupun pengemudi ojek online yang batere handphone-nya kehabisan daya listrik tidak bisa mengisi ulang batere sampai pasokan listrik kembali normal. Maka agar kegiatan ekonomi terus berjalan, maka pasokan energi tidak boleh terhenti.
Masalah kemudian muncul ketika kebutuhan listrik terus meningkat, sementara sumber energi untuk pembangkit listrik semakin tinggi harganya, terutama sumber energi berupa minyak bumi. Apalagi minyak bumi kita semakin berkurang sehingga harus mengimpornya dari negara lain. Ini akan membebani konsumen. Selain itu ada dampak lingkungan juga yang makin besar. Beruntung negara kita memiliki sumber energi lain, yaitu gas alam. Komposisi atau senyawa utama pada gas bumi yakni metana (CH4) yang mencapai 80% per volumenya.
Metana merupakan molekul hidrokarbon dengan rantai terpendek dan paling ringan. Selain metana, terdapat juga kandungan hidrokarbon yang lebih berat dalam jumlah kecil, seperti propana (C3H8), butana (C4H10), etana (C2H6), serta sulfur.
Keunggulan gas alam ini adalah, jika diolah menjadi bahan bakar akan lebih efisien dan hasil pembakarannya lebih bersih. Pada keadaan murni, bentuk fisiknya tidak berbau, tidak berbentuk dan tidak berwarna.
Gas alam ketika digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, rumah tangga atau industri akan menghasilkan pembakaran yang sempurna karena tidak menimbulkan jelaga (clean burning), sehingga emisi karbon yang dihasilkan sangat kecil dan tentunya tidak akan berdampak buruk terhadap lingkungan.
Dengan memanfaatkan gas alam sebagai sumber energi, maka biaya dan dampak lingkungan bisa ditekan. Gas alam merupakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dibanding minyak bumi. Karena itu pemanfaatan energi dari gas alam semakin terus ditingkatkan, hanya saja karena sumber gas alam terletak berjauhan dari pembangkit listrik bahkan berbeda pulau, maka diperlukan cara khusus untuk tranportasinya.
Baca Juga:
Metode yang digunakan dalam transportasi gas alam adalah dengan cara mengubahnya terlebih dulu menjadi bentuk cair yang disebut dengan Liquified Natural Gas (LNG), agar volumenya bisa dimampatkan. Dengan volume yang jauh lebih kecil, maka akan mempermudah untuk pengiriman gas alam (LNG) dari satu pulau ke pulau lain menggunakan kapal tanker LNG.
Pada dasarnya teknologi yang diterapkan pada pencairan gas alam adalah dengan mendinginkan gas methana hingga temperatur yang sangat rendah yang disebut dengan temperatur Cryogenic. Proses pencairan ini dilaksanakan di dalam suatu pabrik pencairan gas alam atau sering disebut dengan NGL Plant (Natural Gas Liqufaction Plant), sehingga menghasilkan gas alam cair LNG. Gas alam (LNG) yang sudah dicairkan pada suhu -160°C (disebut Cryogenic temperature) akan mengalami penyusutan volume sebesar kurang lebih 1/600 kali dari volume gas mula-mula serta untuk LPG akan mengalami penyusutan antara 230-260 kali dari volume semula. Jauh lebih kecil bukan?
Dalam perjalanan dari NGL Plant ke konsumen, LNG yang ditampung dalam tanki penyimpanan di kapal tanker LNG dipertahankan berada pada tekanan 1 Atm dan temperature -160°C. Agar di pulau tujuan, gas alam cair (LNG) tersebut bisa dimanfaatkan oleh pembangkit listrik, pabrik-pabrik, ataupun rumah tangga, maka LNG tersebut harus diubah kembali menjadi fasa gas. Proses tersebut dinamakan regasifikasi. Proses ini membutuhkan fasilitas khusus yang disebut dengan FSRU.
Floating Storage Regasification Unit (FSRU) adalah komponen penting yang diperlukan saat transit dan mentransfer LNG melalui saluran laut. FSRU pada dasarnya adalah kapal laut yang dimodifikasi sehingga dapat berfungsi sebagai fasilitas penyimpanan gas dan regasifikasi terapung. Kapal FSRU tersebut ditambatkan secara permanen di satu tempat di lepas pantai (offshore) tak jauh dari stasiun penerima yang berlokasi di darat (Onshore Receiving Facility atau ORF). FSRU menerima LNG atau gas dalam bentuk cair dari kapal pengangkut LNG yang datang dari NGL Plant.
Kapal pengangkut LNG merapat ke kapal FSRU saat transfer gas LNG dilakukan. Kemudian gas alam cair yang diterima itu diubah agar berubah menjadi wujud gas kembali untuk dialirkan melalui pipa bawah laut ke stasiun penerima gas untuk kemudian diteruskan ke konsumen gas seperti unit pembangkit listrik misalnya.
Di Indonesia, FSRU yang pertama beroperasi adalah FSRU Jawa Barat. FSRU ini berlokasi di Teluk Jakarta, dan dimiliki oleh PT Nusantara Regas, yakni perusahaan patungan atau joint venture antara PT Pertamina dan PT PGN Tbk dengan komposisi 60:40 persen. Pasokan gas FSRU Nusantara Regas didapatkan dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan Tangguh LNG di Papua Barat. LNG dengan suhu minus 160 derajat Celcius dibawa dengan kapal LNG dari kilang LNG di Kalimantan dan Papua itu kemudian disimpan dalam FSRU dan diregasifikasi menjadi gas dengan cara dinaikkan temperaturnya. Proses regasifikasi menggunakan air laut sebagai media pemanas utama (siklus terbuka) dan gas propane sebagai media pemanas pembantu (siklus tertutup).
FSRU Jawa Barat semula adalah Kapal Tanker Khanur milik Golar Energy, dibuat tahun 1977 oleh Moss Maritime, yang kemudian dikoversi menjadi FSRU pada tahun 2012. Kapal FSRU ini memiliki kapasitas tangki sebesar 125.000 m3 dan mampu mengkonversi gas alam hingga 500 juta kaki kubik per hari (500 MMSCFD) atau sekitar 3,8 MTPA. FSRU Jawa Barat ini peran utamanya adalah sebagai pemasok gas melalui pipa bawah laut ke tiga unit Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang ada di Pulau Jawa bagian barat, yaitu PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priuk di Jakarta, serta PLTGU PJB Muara Tawar di Bekasi.
PLTGU Muara Karang dan PLTGU PJB Muara Tawar dimiliki oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), sedangkan PLTGU Tanjung Priuk dimiliki PT Indonesia Power (IP). Baik PJB maupun IP merupakan anak perusahaan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
PLTGU Muara Karang sendiri memiliki arti strategis, karena pasokan listrik dari PLTGU ini memenuhi 30 persen kebutuhan listrik ibukota, DKI Jakarta, atau sekitar 5.500 MW. Mulai beroperasi tahun 1979, PLTGU Muara Karang terus berkembang. Hingga saat ini, setiap tahunnya berhasil membangkitkan energi listrik rata-rata 7.900 GWh yang disalurkan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV ke sistem interkoneksi Jawa Bali.
Artikel Terkait:
Video tentang FSRU Jawa Barat Pemasok Gas Alam Untuk Pembangkit Listrik PLTGU Jawa Bagian Barat