Halaman utama daerahkita.com
Halaman utama daerahkita.com
Hari Penerjemah Internasional 30 September 2023
sumbabaratkab

Sejarah Perdagangan Kayu Cendana Di Nusa Tenggara Timur

DaerahKita 17/06/2019

"Pedagang Melayu mengatakan bahwa Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana dan Banda untuk pala dan Maluku untuk cengkih, dan komoditas ini tidak pernah dijumpai di tempat lain di dunia kecuali di tempat itu." (Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental hlm.204)

Tidaklah berlebihan pendapat di atas tentang tanaman ini, Timor memang merupakan tempat asal tumbuhnya cendana secara alami. Cendana (Santalum album L.) pada mulanya diperkirakan berasal dari India, karena dijumpainya tegakan alami cendana di daerah Mysore dan daerah sekitarnya, di bagian selatan India (Bentley dan Trimen, 1880). Akan tetapi kebanyakan pakar botani umumnya lebih meyakini bahwa pohon cendana berasal dari kepulauan Indonesia (Fischer, 1938; Felgas 1956; van Steenis, 1971), yaitu di Kepulauan Busur Luar Banda (the Outer Banda Arc of Islands) yang terletak di sebelah Tenggara Indonesia, dan yang terutama di antaranya adalah pulau Timor dan Sumba.

Sejarah perdagangan kayu cendana di masa lampau, ikut menunjang bahwa pohon cendana merupakan tumbuhan asli di Nusa Tenggara Timur terutama di pulau Timor dan Sumba.

Pedagang dari berbagai bangsa datang untuk berdagang ke wilayah ini, dengan komoditas utamanya kayu cendana.

hariansejarah
Gambaran tentang ramainya pusat perdagangan di Melaka

Dulu, kayu cendana dimanfaatkan untuk wewangian dupa, parfum, sabun, kosmetik dan aromaterapi. Peradaban Mesir kuno, Mesopotamia dan Srilangka memanfaatkan olahan kayu cendana untuk mengawetkan raja dan putra mahkota. Bahkan jaringan perniagaan kayu cendana menembus pasar Romawi serta sudah beredar sejak dinasti Han (Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680). Menjelang abad ke-15, kayu cendana memikat orang Eropa sehingga pamornya melejit menjadi komoditas mewah.

Sejarah mencatat bahwa dulu Tiongkok merupakan negara utama yang membeli kayu cendana. Perdagangan awal kayu cendana yang disebutkan di nusantara, adalah catatan dari Dinasti Yuan, pada abad ke-12 dan ke-13 (Meilink- Roelofsz, 1962; Rowland 1992). Hsing-cha Shenglan pada tahun 1436 sewaktu Dinasti Ming, menggambarkan gunung-gunung di pulau Timor seperti ditutupi oleh pohon-pohon cendana dan daerah ini tidak menghasilkan kayu lain, selain kayu cendana. Memang, perdagangan Tiongkok pada masa itu sangat pesat. Kapal-kapal yang digunakan untuk keperluan ini beratnya hingga 1500 ton atau lebih, jauh lebih besar dari armada Eropa manapun pada waktu itu. Sebagai contoh kapal Vasco da Gama hampir mencapai 300 ton (Beekman, 1981).

pikniktoursandtravel
Sisa reruntuhan Benteng Lohayong di Solor

Wang Ta Yuan pada pertengahan abad ke-14 mengabarkan jalinan perniagaan orang Cina yang mendapatkan kayu cendana dengan menukarnya dengan besi, porselen, perak, sutra berwarna dan tekstil.

Orang Cina berlayar ke pulau Timur demi memperoleh kayu cendana untuk digunakan sebagai parfum dan kemenyan dalam berbagai praktik ritual keagamaan. Penghuni pulau Timor menunjuk pimpinan yang bertugas mengawasi aktivitas perdagangan agar tidak memicu permasalahan. Saudagar Jawa dan Malaka dikabarkan juga mencari kayu cendana di pulau Timor dan mendapatkannya dengan menukar pisau, pedang, kain, kapak, paku, porselen, timah, timah hitam, manik-manik berwarna dan merkuri (M.A.P Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara; Sejarah Perniagaan 1500-1630 :100-101).

Sepanjang abad ke-15 dan 16, persediaan kayu cendana di Timor diperkiraan 200 bahar per tahun sedangkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara lainnya 70 bahar per tahun. Tiap bahar berisi 16 potong kayu cendana. Kargo kapal-kapal VOC pun hanya memuat 200 sampai 300 ton per tahun.

Total keseluruhan kayu cendana dari kepulauan Nusantara tidak dapat memenuhi permintaan pasar domestik, pasar di pesisir pantai India, pasar global kekhalifahan Turki Utsmani, apalagi pasar Eropa sehingga harganya menjadi sangat mahal (J.C Van Leur, Perdagangan dan Masyarakat Indonesia : Esai-Esai Tentang Sejarah Sosial dan Ekonomi :184-185).

kumparan
Foto sisa reruntuhan Benteng Solor tahun 1930

Karena cendana merupakan tumbuhan parasit, maka dapat dipastikan budidaya tumbuhan cendana di masa lampau sangatlah terbatas (Suriamihardja dan I Wayan Widhana Susila, Strategi dan Upaya Pelestarian Potensi Cendana di Nusa Tenggara Timur: 1-8). Tumbuhan cendana yang tumbuh liar membatasi jumlah ekspor sehingga berlaku teori kelangkaan dengan dampak langsung pada nilai tukar. Sehingga nilai komoditas kayu cendana juga sangat tinggi.

Di awal abad ke-16, terdapat satu pelabuhan dagang yang telah berkembang di wilayah itu yang terletak di Pulau Timor. Pelabuhan ini merupakan tempat para pedagang berbagai bangsa seperti dari Tiongkok, Arab, India/Gujarat, maupun nusantara untuk mendapatkan kayu cendana.

Dalam buku Pelayaran dan Perdagangan Kawasan laut Sawu Abad ke-18 - Awal Abad ke-20 dijelaskan jika pedagang-pedagang tersebut menukarkan barang yang mereka bawa dengan komoditas andalan Pulau Timor, kayu cendana. Dalam buku yang sama Didik Pradjoko juga menjelaskan jika Belanda dan Portugis yang berniat ingin menguasai pulau ini harus gigit jari karena para raja-raja yang berkuasa di pulau ini tidak mengizinkan pedagang asing membangun pemukiman tetap.

wikipedia
Peta Benteng Solor

Pulau Timor yang terkenal dengan kayu cendana, pertama kali dikunjungi bangsa Barat pada tahun 1522 oleh Sebastian del Cano. Mendengar berita itu, orang-orang Portugis yang telah menguasai Melaka sejak 1511, dengan cepat berusaha mengeksploitasi kekayaan alam kayu cendana di pulau Timur dan menerapkan monopoli perdagangan.

Portugis kemudian mencari pulau lain di sekitar Pulau Timor untuk membangun pemukiman. Pada 1566, Portugis membangun pemukiman di Pulau Solor. Pulau ini berada di sebelah utara Pulau Timor. Di Pulau Solor, Portugis juga membangun gudang untuk menyimpan kayu cendana dari Pulau Timor dan sebuah benteng sederhana yang dibangun untuk sistem pertahanan. Benteng itu bernama Benteng Lohayong.

Pada 20 Maret 1602 Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC didirikan dan berusaha untuk menguasai beberapa pulau di Nusantara. Salah satu yang dituju adalah Pulau Solor karena letaknya dekat dengan Pulau Timor. VOC kemudian menyerang Solor pada 1613. Penyerangan ini dipimpin oleh Kapten Apollonius Schotte, tulis Ian Burnett dalam East Indies.

Benteng Portugis yang terdapat di Pulau Solor dibombardir oleh pasukan VOC.

batasnegeri
Peta wilayah NTT

Beberapa hari kemudian, banyak penduduk Solor yang melarikan diri dan VOC berhasil menguasai pulau tersebut. Benteng Portugis di Solor lalu dibangun ulang dan diperkuat oleh VOC. Dikutip dari Inventory and Identification Forts in Indonesia, benteng ini mempunyai empat bastion dengan dua pintu masuk. Benteng yang dibangun oleh van Raemburch ini kemudian dikenal dengan nama Benteng Henricus.

 

Dari catatan sejarah itu bisa kita lihat ketatnya persaingan bangsa-bangsa barat untuk menguasai perdagangan kayu cendana. Tidak hanya perang dagang, bahkan perang fisik pun rela mereka lakukan demi untuk memenangkan persaingan monopoli komoditas kayu cendana. Demikianlah, sejarah perdagangan cendana, kayu wangi yang banyak manfaatnya bagi manusia.

Tags sejarah flora tumbuhan tanaman UMKM kerajinan tangan
Referensi:
  1. www.atobasahona.com
  2. kumparan.com
  3. www.wartaloha.com
  4. baladapustaka.com
  5. pariwisata.sumbabaratkab.go.id




Semua Komentar
    Belum ada komentar
Tulis Komentar